Dan Luna Maya pun Berjilbab...

Monday, March 23, 2009

Kujejakkan kakiku di Banda Aceh setelah nyaris setahun kutinggalkan. Tak ada yang terlalu berubah dari ibukota Nanggroe Aceh Darussalam itu. Tapi, begitu aku melintasi jalan raya persis di depan swalayan Panti Pirak, aku tertawa –meski agak- masgul. Sebuah billboard berukuran 3 x 6 meter– terbentang dari kiri dan kanan jalan- ada foto Luna Maya dalam sebuah iklan operator selular. Di foto itu, Luna memakai baju muslim berwarna jingga, kepalanya bertutup jilbab berwarna putih.

Di beberapa tempat lainnya kulihat juga Dian Sastro, Asmirandah, Sabria –yang juga berpose untuk iklan operator selular – memakai jilbab dan kerudung. Tanpa bermaksud melecehkan, aku jadi semakin masgul melihat iklan-iklan itu. Negeri yang aneh, batinku.

Ingatanku terlempar pada Juli 2007 silam. Ketika itu, umbul-umbul iklan sebuah operator selular yang bergambar dua perempuan cantik yang mengamit tangan seorang cowok ‘dizalimi’. Wajah dua perempuan itu dicat hitam. Seorang yang bertanggungjawab dari operator selular itu mengaku padaku, kalau pengecatan itu terpaksa mereka lakukan. Pasalnya, ada teguran dari kelompok tertentu yang menganggap gambar pada umbul-umbul itu tidak menghormati hukum syariat yang berlaku di negeri ini.

Soal pengecatan wajah perempuan pada umbul-umbul ini akhirnya masuk koran lokal. Seorang nara sumber yang bertanggung jawab pada sebuah lembaga –yang dibuat untuk mengurus soal syariat di negeri ini – diwawancarai. Meski tak begitu persis tapi begini kira-kira komentar si nara sumber yang dikutip si wartawan.

“Perempuan dalam iklan itu berpakaian ketat dan tidak menutup aurat. Perempuan-perempuan itu juga menggandeng seorang laki-laki yang bukan muhrimnya. Itu melanggar syariat.” Demikian si nara sumber.

Sedih aku membaca komentarnya. Tak lama, umbul-umbul iklan operator selular itu dicopot.

Seiring itu, razia jilbab acap digelar. Para polisi syariat atau wilayatul hisbah yang sering disebut WH kemudian sangat rajin mendatangi tempat-tempat keramaian. Mereka mengejar dan menangkapi perempuan-perempuan tak berjilbab. Ironinya, WH yang melakukan razia adalah WH laki-laki. Dan entah kemasukan setan apa, biasanya WH laki-laki ini sangat beringas. Seperti ketika para WH menangkapi beberapa aktivis perempuan yang sedang santai di depan sebuah kamar hotel seusai pelatihan. Mereka digaruk para WH –karena kedapatan tak berjilbab.

Perempuan-perempuan aktivis ini dicokok bak penjahat kelas kakap. Tak diberi kesempatan untuk memakai kerudung atau jilbabnya ketika digiring ke mobil patroli –sebuah mobil dengan bak terbuka. Seolah-olah para WH ini ingin menunjukkan kekuasaannya, beginilah kalau tak berjilbab, kami tangkap dan kami pamer-pamerkan kalian ke seluruh kota dengan mobil patroli ini, biar malu. Duh!
Padahal, Nabi Muhammad begitu santun dan persuasif dalam menyebarkan agama Islam. Dalam sebuah cerita dikisahkan, nyaris sembilan puluh kali Muhammad mendatangi Abu Jahal untuk mengajaknya masuk Islam. Bahkan, meski dengan santun dan persuasifnya, sebelum mengajarkan hukum syariat pada umatnya, Muhammad perlu waktu belasan tahun untuk menanamkan aqidah kepada umatnya.

Seorang kawan berkata, pemberlakuan syariat Islam di negeri ini ibarat salah memberi obat pada seorang pasien. Begini analogi kawan itu. Ada seorang pasien sakit diabetes. Tapi oleh si dokter, dia didiagnosa sakit jantung. Jadilah si pasien diberi obat jantung. Bukannya malah sembuh, tapi si pasien jadi terkena penyakit lain karena salah minum obat.

Penerapan syariat Islam di Aceh, didasarkan atas UU No.44 tahun 1999 dan UU No.18 tahun 2001. Secara kasat mata, penerapan syariat Islam di Aceh lebih berkolerasi dengan aspek politik ketimbang keinginan murni rakyat Aceh. Pasalnya, pemberlakuan syariat Islam adalah salah satu upaya pemerintah untuk meredam konflik dan permintaan referendum rakyat Aceh.

Tak aneh kalau kemudian dalam banyak pelaksanaanya, syariat Islam dilaksanakan dan dipahami dengan sangat dangkalnya. Tengoklah bagaimana syariat islam hanya berkutat soal razia jilbab, penulisan nama sejumlah toko-toko dan kantor pemerintah dengan huruf arab melayu (arab jawi) – yang terkadang ditulis dengan salah. Para waria di salon-salon turut pula ditangkapi- entah dasar apa. Saban jumat, para WH juga merazia para laki-laki yang tak pergi salat Jumat.

Pemberlakuan hukum cambuk hanya berlaku kepada para penjudi kelas teri, pemabuk yang minum Topi Miring dan minuman kelas murah lainnya-yang cepat buat teler. Juga pada para perempuan dan lelaki yang belum menikah dan tertangkap di rumah-rumah kecil, kumuh dan miskin.

Tapi para penjudi kelas kakap, para peminum dan penjual alkohol di resto-resto, kafe dan hotel berbintang di Banda Aceh serta para perempuan dan lelaki yang belum menikah yang tinggal di rumah-rumah mewah- jadi mahkluk the antouchable.

Belum lagi pemisahan ruang kelas untuk anak laki-laki dan perempuan di beberapa sekolah, tapi tetap juga pada akhirnya mereka bercampur baur dan berhimpitan dalam kantin yang sesak, dan dalam labi-labi yang melaju kencang. Sementara, para guru laki-laki dan perempuan tetap bersama dalam satu ruangan.

Soal kebersihan tak usahlah dibicarakan. Masuklah ke kamar mandi di Masjid Raya Baiturrahman, ampun kotor dan baunya. Seorang teman baru pulang dari Tokyo. Dibilangnya begini. Kurasa hanya nol sekian persen orang Islam di Tokyo itu, tapi kotanya bersih luar biasa. Di sini, berlaku syariat Islam. Mayoritas Islam, dan suka kali berkoar-koar dengan jargon kebersihan sebagian dari iman. Tapi ampun, joroknya. Nanti dibilang tak beriman marah, katanya.

0 comments: