Danau Toba, Riwayatmu Kini...

Monday, January 26, 2009


Suatu sore, aku membaca majalah pariwisata Inside Sumatera yang dibawa suamiku usai melakukan syuting di kawasan Sumatera Utara. Di salah satu halaman, aku agak kaget ketika menemukan sebuah fakta bahwa Danau Toba tidak termasuk daerah tujuan wisata dalam tahun kunjungan wisata 2008. Kok bisa, batinku.

Pada Harian Kompas edisi Minggu, 18 Januari 2009, aku kembali menemukan fakta lain yang juga cukup mengejutkan soal Danau Toba . Artikel yang ditulis Neta S Pane itu bercerita tentang Parapat, kota di pinggiran Danau Toba. Dalam tulisan yang diberi judul Berpetualang Jalan Kaki di Parapat, Pane mengungkapkan, dalam sepanjang hari petualangannya berjalan kaki di Parapat, hanya dia seorang saja yang menyusuri kota wisata ini.

Kedua fakta ini terus terang membuatku terkaget-kaget dan tidak habis pikir. Pasalnya, danau yang terjadi akibat letusan gunung berapi terbesar selama 25 juta tahun terakhir itu, merupakan danau terluas di dunia. Jadi, bagaimana mungkin tidak masuk dalam daftar kunjungan wisata 2008 Indonesia.

Tak hanya berpredikat sebagai danau terluas, Danau Toba juga merupakan kaldera terluas serta danau tertinggi di dunia. Apalagi, di tengahnya ada Pulau Samosir. Pulau yang berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut itu juga memiliki 2 danau, Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang. Belum lagi wisata spiritual, sejarah, arsitektur, dan kuliner yang mengelilinginya. Jadi, kurang apa lagi? Masak, tidak ada wisatawan yang mau mengunjunginya sembari berjalan kaki menelusuri pinggiran danau yang berhawa sejuk itu? Uf !

Hepeng do mangatur! Begitu kira-kira analisa yang ditelurkan Inside Sumatera tentang nasib Danau Toba kini. Ungkapan dalam bahasa Batak itu punya arti kira-kira, uanglah yang mengatur. Apa saja bisa kalau ada uang. Jadi, bagaimanalah mau elok kawasan Danau Toba, kalau orang-orang yang berduit dengan sesuka hati membangun hotel, rumah atau bahkan tiang jemuran pakaian di pinggir Danau Toba tanpa mengindahkan nilai-nilai estetika dari konsep tata ruang! Alamak.

Bukan itu saja, seluruh pinggiran Danau Toba telah bermetamorfosis menjadi bagunan kumuh dan tidak teratur, enceng gondok menutup sebagian besar permukaan danau, binatang ternak juga bebas berkeliaran yang mengganggu kenyamanan mata dan perasaan wisatawan.

Kualitas air juga menurun karena pellet dan juga masuknya berbagai jenis limbah dari perumahan, hotel dan pertanian sekitar danau. Belum lagi jeleknya pelayanan bagi wisatawan. Permukaan air danau juga sudah turun 3 meter akibat operasional PLTA Asahan. Ironinya, pembangkit tenaga listrik ini tak dinikmati oleh warga sekitar dan warga Sumatera Utara pada umumnya. Listrik dari PLTA ini cenderung digunakan untuk peleburan aluminium. Oh la la..

Jadi tak heran jika tak ada catatan resmi tentang jumlah kunjugan wisatawan saban tahunnya ke danau vulkanik ini, karena terlalu sedikit mungkin. Dan mungkin karena itu pula, Danau Toba tak masuk dalam daftar daerah wisata dalam tahun kunjungan wisata tahun lalu.

Konon, festival Danau Toba juga tak menarik minat orang bertandang ke sana. Karena acaranya tidak lebih dari dangdutan atau main layang-layang. Nasib-nasib..

0 comments: